Shalat
merupakan ibadah yang di dalamnya terdapat perkataan dan gerakan-gerakan
tertentu. Shalat di awali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan ucapan
salam.
Kedudukan
shalat dalam Islam itu tidak ada suatupun yang dapat menandingi kedudukannya.
Oleh karena itu, shalat adalah tiang agama.
Tegakkanlah
agama dengan shalat. Shalat adalah ibada pertama yang diwajibkan oleh Allah
SWT. Kewajiban shalat itu diwakilkan kepada Nabi Muhammad SAW pada waktu Isra
Mi’raj tanpa perantara.
Shalat
yang harus kita ketahui bukan hanya shalat fardhu saja, melainkan juga kita
harus mengetahui dan mendirikan shalat sunnah.
A. Pengertian Shalat Sunnah
Salat sunah atau salat
nawafil (jamak: nafilah) adalah salat yang dianjurkan untuk dilaksanakan namun
tidak diwajibkan sehingga tidak berdosa bila ditinggalkan dengan kata lain
apabila dilakukan dengan baik dan benar serta penuh ke ikhlasan akan tampak hikmah dan rahmat dari Allah
SWT
yang begitu indah. Salat sunah menurut hukumnya terdiri atas dua golongan
yakni:
- Muakad, adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunah witr dan salat sunah thawaf.
- Ghairu Muakad, adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).[1]
B. Landasan Syari’at Shalat Sunnah
Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah mensyari’atkan shalat sunnah untuk meningkatkan amal
manusia dan menutupi segala kekurangan dan kelalaian yang ada, sebagaimana hal
itu diperintahkan oleh Allah dalam Kitab-Nya yang agung, Allah SWT berfirman:
"Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada sebagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." [Huud/11: 114]
Dan Allah SWT juga berfirman:
"Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada sebagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." [Huud/11: 114]
Dan Allah SWT juga berfirman:
"Apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada
Rabb-mulah hendaknya kamu berharap." [Al-Insyirah/94: 7-8]
Shalat sunnah disyari’atkan dengan tujuan
agar menjadi penambal kekurangan yang barang kali terjadi dalam shalat-shalat
fardhu yang telah dilakukang oleh seorang muslim. Shalat sunnah juga
disyariatkan karena memiliki keistimewaan yang tidak sama dengan ibadah-ibadah
lainnya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya
amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah
shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih
tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak?
Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun
jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah,
apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah,
Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib
dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti
ini.” (HR. Abu Daud no. 864, Ibnu Majah no. 1426 dan Ahmad 2: 425. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Abu Umamah meriwayatkan bahwa Rasulullah
SAW bersabda :
“Allah tidak mendengarkan (bacaan seorang hamba) yang
lebih utama daripada (bacaannya didalam) dua rakaat (shalat sunnah) yang ia
kerjakan sesungguhnya kebaikan yang ditaburkan di atas kepala seorang hamba
selama ia masih sedang mengerjakan shalatnya.”
Di
dalam Muwaththa’ , Malik berkata, “Telah sampai berita kepadaku bahwa Nabi SAW
bersabda :
Istiqamalah kalian, kalian tidak akan dapat menghitung
(segala amal yang shaleh dan kalian tidak akan dapat beristiqamah dalam segala
hal) beramallah, dan amal ibadah kalian yang paling baik adalah shalat hanya
orang mukmin yang selalu berwudhu.”
Muslim
meriwayatkan bahwa Rabi’ah bin Malik al-Aslami berkata, “Rasulullah SAW.
Bersabda (kepadaku), ‘Mintalah.’
Aku
berkata, ‘Aku meminta dapat menemanimu di surga.’
Beliau
bersabda, ‘Apa ada permintaan yang lain?’
Aku
menjawab, ‘Hanya itu.’
Beliau
bersabda, ‘Kalau begitu, bantulah aku
dengan cara memperbanyak sujud.’
C. Anjuran melaksanakan shalat sunnah di rumah
Berikut ini merupakan dalil-dalil yang
berisi anjuran pelaksanaan shalat sunnah di rumah.
1. Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari Jabir
bahwa Nabi SAW bersabda :
“Apabila
seseorang dari kalian telah mengerjakan shalat di masjid berikanlah kepada
rumahnya bagian dari shalatnya (kerjakanlah shalat sunnah di rumah). Hal itu
karena Allah menjadikan di rumahnya lantaran ia mengerjakan shalat di
dalamnya.”
2. Di dalam Musnad Ahmad diriwayatkan dari Ummar bahwa Nabi SAW bersabda :
“Shalat
tathawwu’ (sunnah) seseorang di rumahnya merupakan cahaya. Barang siapa
menginginkan (cahaya ketentraman), hendaknya ia menerangi rumahnya (dengan
mengerjakan shalat tathawwu’ di dalamnya).”
3. Abdullah bin Ummar berkata bahwa Rasulullah
SAW bersabda :
“Kerjakanlah
sebagian dari shalat-shalat kalian di rumah kalian. Janganlah kalian menjadikan
rumah kalian sebagai kuburan (karena tidak pernah ada shalat dalam rumah).”
4. Abu Daud meriwayatkan dengan sanad yang
sahih, dari Zair bin Tsabit, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Shalat
seseorang di rumahnya lebih utama daripada shalat yang ia kerjakan di masjidku
ini, kecuali shalat fardhu.”
Hadist-hadist di atas merupakan dalil-dalil
yang menjelaskan bahwa shalat tathawwu’ di sunnahkan untuk dikerjakan di rumah.
Selain itu, hadist-hadist itu menjelaskan bahwa shalat tathawwu’ yang
dikerjakannya di rumah lebih utama daripada shalat tathawwu’ yang dikerjakan di
masjid.
Nawawi berkata, “Disunnahkan (bagi seorang
muslim) mengerjakan shalat sunnah di rumahnya, karena, dengan demikian, berarti
ia mengerjakan secara sembunyi sehingga jauh dari kemungkinan riya’. Disamping
itu, segala amal ibadahnya dapat selamat dari berbagai hal yang dapat menjadikannya
sia-sia. Rumah juga akan mendapatkan keberkahan dan rahmat; malaikat turun di
dalamnya dan setan akan berlari dari rumah itu.”[2]
D. Jenis-jenis shalat sunnah
Shalat
sunnah terbagi menjadi sunnah mutlak (tidak terikat) dan sunnah mughaiyyad (terikat). Shalat sunnah
mutlak sah dikerjakan dengan niat mengerjakan shalat (tanpa menyebut bilangan
rakaat dan nama shalat). Nawawi berkata, “apabila musalli telah memulai shalat
sunnahnya, sedang ia tidak menyebut bilangan rakaat tertentu dalam niatnya,
maka ia dibolehkan melakukan salam setelah mengerjakan satu rakaat. Dibolehkan
juga baginya menambah rakaat shalatnya menjadi dua, tiga, seratus, seribu atau
berapapun. Apabila ia mengerjakan shalat sunnah dengan rakaat yang banyak dan
ia tidak mengetahui jumlahnya, lalu ia melakukan salam, maka shalatnya sah. Hal
ini tidak diperdebatkan. Para sahabat kami (murid-murid Imam Syafi’I)
menyepakatinya. Syafi’I mencantumkan itu dalam kitab al-Imla.[3]
Baihaqi
meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa Abu Dzar menginjakkan shalat sunnah dengan
jumlah rakaat yang sangat banyak. Setelah ia mengucapkan salam, Ahnaf bin Qais
berkata, “Apakah engkau mengetahui, engkau menyelesaikan shalat itu pada rakaat
ganjil atau pada rakaat genap?”
Abu
Dzar menjawab, “Jika aku tidak mengetahuinya, sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Aku mendengar kekasihku Abul Qasim (Muhammad SWA) bersabda.”
Abu
Dzar kemudian menangis, lalu berkata, “aku mendengar kekasihku, Abu Qasim
(Muhammad SAW) bersabda :
“Apabila seorang hamba melakukan sujud
sebanyak satu kali, maka Allah akan mengangkat derajatnya satu derajad dan satu
kesalahan dihapuskan.”
Shalat
sunnah mugayyad (terikat) tebagi
menjadi shalat-shalat sunnah yang dikerjakan mengikuti shalat-shalat fardhu
yang disebut sebagai shalat-shalat sunnah ratibah
(atau rawatib) yang mencakup
shalat sunnah fajar, shalat sunnah dzuhur, shalat sunnah shar, shalat sunnah
magribh, dan shalat sunnah isya’. Shalat sunnah mugayyad juga terbagi menjadi shalat-shalat sunnah yang lain
(selain shalat-shalat sunnah rawatib).
Berikut ini adalah penjelasan tentang berbagai macam shalat sunnah mugayyad :
1.
Shalat Tahiyatul Masjid
Rasulullah SAW bersabda :
“Ketika
salah seorang diantara kalian memasuki masjid, janganlah duduk sebelum shalat 2
rakaat.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
2.
Shalat dhuha
Jumlah minimal rakaat dalam shalat dhuha
adalah 2 rakaat, sedangkan maksimalnya 8 rakaat.
Abu Hurairah berkata, “Kekasihku, Abu Al
Qasim SAW, berpesan 3 hal kepadaku; berpuasa selama tiga hari setiap bulan,
shalat dhuha 2 rakaat dan shalat witir sebelum tidur.”
Riwayat lain menjelaskan bahwa sesungguhnya
Allah berfirman, “Hai anak Adam! Shalatlah
kepadaku empat rakaat sejak awal siang, maka aku akan menjagamu dari keburukan
yang timbul pada akhir hari itu.” (HR. Ahmad, Abu Dau, At-Tirmidzi). Sanad jayyid.
Riwayat lain dari Ummu Hani menyebutkan
bahwa Nabi SAW shalat di rumah beliau pada hari pembebasan kota Mekah sebanyak
8 rakaat pada waktu dhuha. (HR.Al-Bukhari)
3.
Shalat Tarawih
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang shalat malam pada bulan Ramadhan
dengan iman dan ikhlas (mengharapkan pahala dari Allah), maka dosanya yang
telah lalu akan diampuni.” (Hr. Al-Bukhari)
Shalat tarawih berjumlah 11 rakaat,
sebagaimana dilakukan Rasulullah SAW berdasarkan riwayat Aisyah ra., “Rasulullah SAW tidak melebihi pada bulan
Ramadhan atau pada bulan lainnya dari sebelas rakaat.”
Jika melebihi sebelas rakaat, maka tidak
apa-apa, karena Rasulullah SAW ketika ditanya tentang shalat malam, beliau
menjawab, “Shalat malam adalah dua
rakaat-dua rakaat.” (Hr. Al-Bukhari)
Rasulullah SAW tidak menentukan batasan
jumlah rakaat.
Imam Ibnu Abdul Barr berkata, “Para ulama
sepakat bahwa tidak ada batasan yang ditentukan sehubungan dengan shalat malam,
dan shalat malam hukumnya sunnah. Siapa yang mau, dapat memperlama shalatnya
dan mengurangi jumlah rakaatnya. Atau memperbanyak rukuk dan sujudnya.” Al-Istidzkaar (5/244).
Bahkan beliau bersabda, “jika kamu khawatir
(masuk waktu) subuh, maka shalatnya satu rakaat, yang dia berwitir dengan satu
rakaat tersebut.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan beberapa penyusun kitab sunnah)
4. Shalat dua rakaat setelah wudhu
Rasulullah bersabda :
“Siapa
yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian melakukan shalat dua rakaat dengan
hati yang khusyu’, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
“Siapa
yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu shalat dua rakaat, yang hati
dan wajahnya menghadap Allah SWT, maka surga wajib untuknya.”(HR. An-Nasa’i)
“Hai
Bilal, bagaimana kamu dapat mendahuluiku ke surga? Tidaklah aku masuk surga
sama sekali melainkan aku mendengar suara sendalmu didepanku. Semalam aku
(bermimpi) masuk surge dan mendengar suara sandalmu didepanku. Lalu didatangkan
kepadaku sebuah istana emas bersegi empat (murabba’) yang mempunyai teras. Aku
kemudian bertanya, ‘milik siapa istana ini?’ mereka menjawab, ‘milik seorang
lelaki dari suku Qurasy’. Aku berkata, ‘aku dari suku Qurasy’. Mereka berkata,
‘milik seorang lelaki dari umat Muhammad’. Aku berkata, ‘akulah Muhammad. Milik
siapa istana ini?’ mereka menjawab, ‘milik Ummar bin Khathab’.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban)
5.
Shalat Taubat
Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak
ada seorang yang telah melakukan dosa, lalu berwudhu dan menyempurnakan
wudhunya, kemudian melakukan shalat dua rakaat, kemudian beristigfar kepada
Allah atas dosanya tersebut, kecuali Allah akan mengampuninya.” (HR.Ahmad dan empat Imam penyusun kitab
sunan)
Dalam riwayat lain disebutkan,”Rasulullah
SAW lalu membaca ayat,
“Dan
barang siapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia
mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (QS. An-Nisaa’ [4] :
110)
6.
Shalat Istikhara
Rasulullah SAW bersabda, “Ketika salah seorang diantara kalian
menginginkan suatu hal, shalatlah dua rakaat, setelah itu berdo’a, ‘ Yaa Allah,
aku meminta pilihan kepadamu dengan ilmumu. Aku meminta kemampuan dengan
kuasaMu. Aku meminta dari anugerahMu yang agung. Sesungguhnya Engkau berkuasa
dan aku tidak berkuasa. Engkau mengetahui dan aku tidak mengetahui. Engkau Maha
Mengetahui hal-hal ghaib. Yaa Allah jika Engkau telah mengetahui bahwa masalah
ini baik bagiku dalam agamaku, kehidupanku, dan akhir masalahku, maka
takdirkanlah dia untukku, lalu berkahilah aku dalam hal itu. Jika Engkau
mengetahui bahwa masalah ini tidak baik bagiku dalam agamaku, kehidupanku, dan
akhir masalahku, maka palingkanlah aku darinya dan palingkan ia dariku, serta
takdirkanlah untukku darimana saja kebaikan itu berada, lalu jadikan jadikan
aku orang yang ridha dengan hal itu’.” (HR. Al-Bukhari)
Ketika sampai pada kata hadzal amra, hendaknya menyebutkan apa
yang menjadi hajatnya. Do’a tersebut dibaca ketika tasyahud sebelum salam.
7.
Shalat Hajat
Seorang muslim –dalam kondisi memerlukan
sesuatu— hendaknya berwudhu dan
melakukan shalat dua rakaat, setelah itu meminta apa yang diinginkannya.[4]
Rasulullah SAW bersabda :
“Siapa
yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu shalat dua rakaat dengan
sempurna, maka Allah akan memberi apa yang dimintanya, depat atau lambat.” (HR. Ahmad)
8.
Shalat Ied
Shalat Idul Fitri dan Idul Adha hukumnya fardhu kifayah.
Sebagian Ulama mengatakan bahwa shalat Idul
Fitri dan Idul Adha hukumnya fardhu ain, berdasarkan
hadist Ummu Athiyah ra berikut ini :
“Kami
perintahkan membawa keluar wanita-wanita yang baligh dan wanita-wanita yang
sedang haid dalam dua hari raya. Mereka menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum
muslim. Wanita-wanita yang haid hendaknya menjauh dari tempat shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dengan perintah Rasulullah SAW tersebut,
hukum shalat Ied adalah wajib.
Allah berfirman,
“sesungguhnya, Kami telah memberimu
(Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan
berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar [108] : 1-2)
Allah telah mengaitkannya dengan
kebahagiaan orang-orang beriman, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri
(dengan beriman), dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.” (QS.
Al-A’laa [87] : 14-15)
Shalat Ied merupakan salah satu bentuk
syair Islam yang menunjukkan ikatan pesaudaraan sesame muslim dan anugerah illahi yang memperkuat ikatan
persaudaraan.
9.
Shalat Gerhana Matahari
Shalat gerhana matahari hukumnya sunah muakkadah bagi laki-laki dan wanita.
Rasulullah SAW memerintahkan dalam sabda
beliau :
“Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah.
Keduanya tidak mengalami gerhana karena matinya seseorang, juga bukan karena
lahirnya seseorang. Jika kalian melihat (mengalami) gerhana, maka sgerhana
bulan terhalatlah.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Pelaksanaan shalat gerhana sama dengan
pelakasanaan shalat Ied. Waktunya dimulai sejak mulai gerhana hingga keadaan
kembali normal. Jika gerhana matahari terjadi pada petang hari, yang saat
tersebut telah dimakruhkan untuk melakukan shalat sunah, maka shalat gerhana
dapat diganti dengan berzikir, beristigfar dan berdo’a.
Pada saat gerhana, disunahkan memperbanyak takbir, istigfar, do’a bersedekah,
memerdekakan budak, berbuat kebaikan, dan bersulaturrahim.
10.Shalat
Gerhana Bulan
Gerhana bulan terjadi saat purnama pada
malam ke-15. Saat gerhana bulan terjadi, masyarakat dapat melakukan shalat
gerhana, baik berjamaah maupun sendiri-sendiri. Masalah ini cukup luas
(sehingga mungkin timbul perbedaan pendapat).
11.Shalat
Istisqa’
Shalat Istisqa’
hukumnya sunah muakkad. Shalat ini pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW,
beliau mengumumkan kepada masyarakat dan mengajak mereka keluar menuju tempat
shalat.
Istisqa’ artinya meminta hujan dari Allah untuk
negeri dan penduduknya dengan cara melakukan shalat, berdo’a, dan memohon
ampunan saat terjadi kemarau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar