Belakangan
sedang menjadi trend akhwat mendadak
berjilbab besar dan tidak sedikit yang bercadar, atau ada pula yang (mungkin
sedang) belajar bercadar dimulai dari mengenakan masker kemanapun pergi dan
beraktifitas. Tidak ada sedikitpun masalah sebenarnya tentang pilihan setiap
orang dalam memilih jalan hijrahnya, hanya saja fenomena ini terlihat seperti
sekedar mengikuti trend semata.
Jilbab tidak lagi sebagai bagian dari memenuhi kewajiban hijab aurat, jilbab
kini malah lebih tampak sebagai media eksistensi
diri di sosial media.
Bila
kita menjelajahi beberapa situs media sosial, terlebih facebook dan instagram, tidak
sulit bagi kita untuk menemukan foto-foto akhwat berjilbab modis maupun jilbab besar
bahkan bercadar bertebaran dimanapun, dengan berbagai caption mulai dari tentang jilbab dalam bahasa hijab, hijrah bahkan
tidak sedikit tentang penantian terhadap jodoh. Berbagai gaya diri, gaya jilbab
dan gaya bahasa dalam caption yang dipost ke berbagai media. (mungkin) niat
hati adalah dakwah, memberi contoh bahwa seperti itulah seharusnya seorang
muslimah berpakaian. Sadar atau tidak, apa yang dilakukan tersebut malah
melemahkan posisi muslimah terkesan sedang mengeksploitasi diri+, wajah dalam balutan jilbab dinikmati oleh entah
siapa diluar sana, ribuan mata memandang sesuka hati bahkan pasti tidak sedikit
mata yang tidak halal melihatnya malah memutuskan untuk menyimpan bahkan
mengoleksi foto-foto wajah cantik berbalut jilbab tersebut. Wajah cantik,
dengan sedikit polesan make-up dihias
rapi jilbab berbagai model dengan caption
manis ala-ala shalihat masa kini,
tidak sulit ditemukan dan tidak sedikit pula mengajak ribuan mata dan pikiran
yang bukan mahromnya berimajinasi
tentang paras cantiknya, tentang indahnya bersanding dengannya yang memiliki caption shalihat –yang entah dicoppy dari sudut google mana–, mengutip berbagai ayat yang kadang oleh mesin
pencarian diinternet diacak sehingga berubah redaksi karena posisi huruf
bertukar tempat, dengan sendirinya merubah makna tanpa diperhatikan asal dicoppy lalu dipost dan
terlihatlah indah. Ada pula yang sesukanya mengutip hadits, tanpa sekalipun
ingin tahu status haditsnya, dengan percaya diri bahkan menyi’arkan hadits
dhoif dan mungkin ada pula yang palsu tanpa mencari tahu sebelumnya. Ahhh,
zaman now ada saja fenomena lucu
tentang kehidupan dalam media.
Sekali
lagi, tidak ada sedikitpun masalah tentang pilihan orang dalam hijrahnya menuju
kehidupan yang lebih baik, mempersiapkan bekalnnya menuju akhirat, hanya saja
perlu juga mempertimbangkan lebih berat timbangan menuju maslahatnya atau malah mudhoratnya.
Sudahkah kita memikirkan tentang berapa pasang mata yang menikmati wajah cantik
titipan Allah kepada kita? Berapa banyak pikiran yang melambung dalam
imajinasinya tentang kita? Atau berapa banyak yang coba menerka wajah dibalik
cadar yang diwakili mata indah (kadang bercelak) yang dipertontonkan lewat pose
indah foto yang kita tebar dimedia sosial? Tidak ingin melarang siapapun
mengekspresikan dirinya, sama sekali tidak ada maksud seperti itu, hanya saja
hijrahlah karena Allah, bukan sebatas ingin memperbanyak koleksi foto, saingan followers diakun pribadi kita atau mengundang
komentator baper disetiap postingan
kita.
Benarlah,
kita pasti memposisikan aktifitas dalam media sosial sebagai bagian dari
aktifitas bermuamalah yang pada
kaidah fiqhnya, hukum asal dari sesuatu (muamalah)
adalah mubah sampai ada dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau mengharamkannya)
atau tidak boleh dilakukan suatu ibadah kecuali yang disyari’atkan oleh Allah, dan tidak dilarang suatu adat (muamalah) kecuali yang diharamkan oleh
Allah. Namun, apa tidak sebaiknya kita melihat lebih jauh tentang berapa banyak
kejahatan dalam media sosial yang tidak bisa dibendung meski dalam hati niatan
kita adalah baik adanya? Ingatlah, terlebih kita kaum hawa yang apapun
aktifitas kita akan mudah mengundang fitnah. Telah baik niat kita, namun Allah
tetaplah akan menguji, telah baik niat dalam hati namun adakah jaminan setiap
mata dan pikiran yang menujui adalah sebaik niat kita? Memang setiap niat,
setiap perbuatan adalah akan dipertanggungjawabkan oleh masing-masing kita, namun
tidak ada salahnya untuk mengurangi potensi untuk menjerumuskan pada hal yang
tidak pernah diniatkan.
Tulisan
ini tidak ada sedikitpun tujuan nyinyir terhadap shalihat cantik diluar sana
yang sedang dalam hijrahnya, tulisan ini semata untuk menjadi benteng diri
pribadi penulis saja. Dan tulisan ini bukan hanya untuk akhwat semata,
ikhwanpun baiknya sama-sama bercermin. Kepada semua kita, mari memperbaiki
jalan hijrah, mengurangi postingan yang mengundang syahwat atau nyinyiran kecil
tentang indahnya hijrah dalam keteduhan. Semoga kita sekalian dihindarkan dari
hijrah litrend ala media sosial dan
bisa istiqomah dalam Hijrah Lillah.
Mohon
maaf bila ada kata yang menggores hati, bila ada kalimat yang kurang sopan dan menyakiti.
Salam pembelajar.
Wallahu
a’lam bishawab.

